JAKARTA - PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) tengah mempersiapkan langkah strategis untuk memperkuat operasional dan efisiensi produksi.
Melalui usulan dukungan pembiayaan dari Danantara sebesar US$ 500 juta, atau setara dengan Rp 8,26 triliun jika dikonversi berdasarkan kurs Jisdor Bank Indonesia Rp 16.534 per dolar AS. Dukungan ini diharapkan dapat memperkuat likuiditas serta mempercepat penyelesaian proses restrukturisasi perusahaan baja pelat merah tersebut.
Corporate Secretary Krakatau Steel, Fedaus, menjelaskan bahwa dalam jangka pendek, sebagian dari dukungan tersebut akan direalisasikan dalam bentuk Pinjaman Pemegang Saham (PPS) senilai US$ 250 juta.
Dana itu akan difokuskan untuk kebutuhan operasional utama, termasuk pembelian bahan baku bagi berbagai pabrik di bawah grup Krakatau Steel.
Dukungan Danantara untuk Operasional dan Restrukturisasi
Fedaus menuturkan, penggunaan dana tersebut akan dialokasikan untuk mendukung rantai produksi di beberapa unit penting seperti pabrik Hot Strip Mill (HSM), Hot Rolled Coil (HRC), serta Cold Rolled Coil Full Hard (CRC F/H) yang dioperasikan oleh PT Krakatau Baja Industri (KBI).
Selain itu, sebagian dana juga akan digunakan untuk PT Krakatau Pipe Industries (KPI) dan berbagai lini produk baja turunan. “Penggunaan dana tersebut menyesuaikan kebutuhan modal kerja sesuai cash conversion cycle masing-masing fasilitas,” jelas Fedaus dalam keterangan tertulis.
Setelah tahap awal, KRAS berencana mengajukan tambahan dukungan hingga US$ 500 juta dalam bentuk lain guna menyelesaikan proses restrukturisasi menyeluruh setelah tercapai kesepakatan dengan pihak perbankan.
Saat ini, kebutuhan bahan baku perusahaan masih bergantung pada pendanaan dari pihak ketiga (financier) yang menawarkan suku bunga lebih tinggi dibandingkan pembiayaan perbankan konvensional.
Melalui dukungan dari Danantara, KRAS menargetkan penurunan beban financing cost, sehingga harga pokok bahan baku bisa ditekan secara signifikan. Hal ini diharapkan memperkuat arus kas dan efisiensi operasional.
Proyeksi Dampak Positif terhadap Kinerja Keuangan
Berdasarkan hasil analisis internal, dukungan pembiayaan dari Danantara diperkirakan mampu meningkatkan EBITDA Krakatau Steel hingga US$ 31,9 juta. “Ini menunjukkan bahwa dukungan PPS akan menciptakan nilai tambah yang signifikan bagi seluruh entitas,” ujar Fedaus.
Dengan terjaminnya kebutuhan modal kerja untuk fasilitas HSM, perusahaan dapat menjaga kelancaran operasi sekaligus memenuhi kewajiban restrukturisasi Tranche A menggunakan kas operasional.
KRAS juga berkomitmen memperkuat posisinya sebagai produsen baja nasional dengan daya saing tinggi di pasar domestik maupun internasional.
Salah satu fokus utama adalah memastikan efisiensi produksi dan mengoptimalkan lini bisnis di unit HSM dan CRM, yang ditargetkan menjadi pusat pertumbuhan perusahaan di masa depan.
“Dengan efisiensi operasional yang konsisten, perusahaan dapat menekan biaya produksi, meningkatkan margin keuntungan, serta menjaga daya saing harga terhadap produk impor,” tegas Fedaus.
Strategi Jangka Panjang: Penguatan Industri Baja Nasional
Selain memperkuat lini produksi utama, Krakatau Steel juga akan mengoptimalkan potensi pasar melalui strategi product mix yang mengandalkan unique selling point (USP) produk baja perusahaan. Fokus diarahkan pada segmen pasar ekspor dan mass market dengan margin keuntungan yang lebih tinggi.
Direktur Utama Krakatau Steel, Akbar Djohan, menjelaskan bahwa program penyehatan perusahaan mencakup tiga pilar utama. Pertama, penguatan bisnis inti (core steel business) melalui peningkatan efisiensi di fasilitas HSM dan CRM.
Kedua, pengembangan bisnis infrastruktur dan hilir (downstream) seperti kawasan industri dan produk turunan baja. Ketiga, restrukturisasi keuangan, termasuk pendanaan modal kerja dari Danantara.
Dalam upaya mempercepat penyehatan dan memperkuat ekosistem baja nasional, KRAS mengajukan lima bentuk dukungan strategis. Pertama, restrukturisasi utang dan modal kerja.
Kedua, percepatan pemulihan operasional agar Krakatau Steel Group menjadi pusat layanan rantai pasok baja nasional. Ketiga, pengendalian tata niaga impor untuk melindungi produsen domestik.
Keempat, penerapan instrumen proteksi seperti Bea Masuk Anti Dumping (BMAD), Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), dan safeguard. Kelima, penguatan hilirisasi industri untuk sektor seperti perkapalan, alat militer, transportasi, dan program tiga juta rumah.
Akbar menegaskan bahwa sinergi dengan sektor swasta, koperasi, serta lembaga pembiayaan merupakan kunci untuk membangun fondasi industri baja yang tangguh dan berkelanjutan di Indonesia.
“Dengan dukungan pembiayaan dan efisiensi menyeluruh, Krakatau Steel siap memperkuat daya saing sekaligus mendukung ketahanan industri baja nasional,” tutup Akbar.