Jakarta - Dalam lanskap ekonomi yang semakin dinamis, penyaluran kredit industri perbankan Indonesia mencatatkan pertumbuhan menggembirakan pada awal tahun 2025. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa penyaluran kredit mencapai angka fantastis Rp 7.782 triliun per Januari 2025, mengalami peningkatan sebesar 10,27 persen secara tahunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, Rabu, 5 Maret 2025.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyampaikan antuasiasmenya terhadap capaian ini. "Pada Januari 2025, pertumbuhan kredit tetap melanjutkan double digit growth sebesar 10,27 persen yoy menjadi Rp 7.782 triliun," ujarnya dalam konferensi pers hasil rapat Dewan Komisioner Bidang Perbankan (RDKB) pada Selasa, 4 Maret 2025.
Dia menambahkan bahwa berdasarkan jenis penggunaan, kategori kredit investasi mencatat pertumbuhan tertinggi sebesar 13,22 persen. Hal ini diikuti oleh kredit konsumsi yang meningkat 10,37 persen, sementara kredit modal kerja tumbuh sebesar 8,40 persen. "Angka-angka ini menunjukkan kebangkitan yang signifikan dalam sektor perbankan di berbagai bidang," imbuh Dian.
Dari sisi kepemilikan, bank BUMN merupakan pendorong utama pertumbuhan kredit dengan tingkat kenaikan sebesar 10,98 persen yoy. Dian lebih lanjut menjelaskan bahwa dari kategori debitur, kredit korporasi mencapai pertumbuhan impresif sebesar 15,81 persen. Meskipun demikian, kredit untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mengalami pertumbuhan yang lebih moderat sebesar 2,88 persen. "Ini menunjukkan bahwa korporasi masih menjadi tulang punggung dari permintaan kredit saat ini," kata Dian.
Lebih jauh, laporan OJK juga mengungkap pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang mencapai 5,51 persen yoy menjadi Rp 8.879,2 triliun. Tercatat pertumbuhan di berbagai segmen, seperti giro, tabungan, dan deposito masing-masing meningkat sebesar 6,86 persen, 6,59 persen, dan 3,49 persen yoy. Dalam konteks likuiditas, industri perbankan menunjukkan kinerja solid dengan rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masing-masing mencapai 114,86 persen dan 26,03 persen. "Masih di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen," tambah Dian.
Tak hanya itu, Liquidity Coverage Ratio (LCR) perbankan berada di level mengesankan yakni 211,20 persen. Kualitas kredit juga tetap terjaga. Rasio NPL gross tercatat sebesar 2,18 persen dan NPL net sebesar 0,79 persen. Loan at Risk (LaR) memperlihatkan penurunan, sekarang berada di angka 9,72 persen.
"Yang paling menggembirakan adalah penurunan rasio NPL gross dan LaR dibandingkan posisi Januari 2024 yang masing-masing sebesar 2,35 persen dan 11,6 persen," ujar Dian. Termasuk, bahwasannya angka rasio LaR sudah berada di bawah level sebelum pandemi yaitu 9,93 persen pada Desember 2019.
Indikator profitabilitas bank, seperti Return on Assets (ROA) yang sebesar 2,34 persen, menunjukkan bahwa kinerja industri perbankan tetap stabil dan tangguh menghadapi tantangan. "Ketahanan perbankan juga tetap kuat terpantau dari permodalan (CAR) yang berada di level tinggi, mencapai 27,05 persen. Ini menjadi bantalan mitigasi risiko yang kuat di tengah kondisi ketidakpastian global," tutup Dian dengan optimisme.
Kesimpulannya, industri perbankan Indonesia pada awal tahun 2025 menunjukkan fondasi kuat dalam menghadapi berbagai tantangan ekonomi. Meski berada dalam bayang-bayang ketidakpastian global, perkembangan yang dicapai mempertegas peran vital perbankan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan kebijakan yang tepat, di bawah pengawasan OJK, diharapkan tren positif ini dapat terus berlanjut sepanjang tahun.