Jakarta – Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara), yang baru diluncurkan oleh Presiden Prabowo Subianto pada 24 Februari 2025, telah menarik perhatian internasional. Empat negara—Inggris, China, India, dan Brasil—berminat untuk berinvestasi dalam sektor energi hijau, pasar karbon, dan kredit karbon Indonesia.
Hal ini diungkapkan oleh Utusan Khusus Presiden untuk Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo, dalam acara bergengsi, Indonesia Green Energy Investment Dialogue 2025, yang diselenggarakan oleh Kadin Indonesia bersama Katadata Green di Hotel St. Regis, Jakarta, Jumat, 28 Februari 2025.
"Melalui Danantara, pemerintah Indonesia siap melakukan investasi bersama dengan calon investor dari luar negeri. Dalam berbagai perjalanan saya ke Beijing dan New Delhi, minat besar dari negara-negara ini terasa nyata," ungkap Hashim, seperti dikutip dari Katadata.
Keempat negara tersebut menunjukkan komitmen yang sangat tinggi. "Bukan hanya untuk investasi di sektor hijau," lanjut Hashim, "tetapi juga untuk berpartisipasi aktif dalam pasar karbon dan kredit karbon," tambahnya. Hashim mengungkapkan bahwa sejumlah perusahaan dari Brasil dan Inggris sangat antusias terhadap peluang ini.
Minat ini tidaklah mengejutkan, mengingat potensi Indonesia dalam sektor energi hijau dan pasar karbon yang kaya. Hashim menekankan bahwa Indonesia siap memimpin pasar karbon global dengan langkah-langkah strategis, seperti pengakuan dari lembaga internasional dan pemanfaatan sumber daya alam yang lebih baik.
Hashim optimistis bahwa dengan masuknya investasi internasional dan pengembangan solusi berbasis alam, Indonesia dapat menciptakan ekonomi hijau yang berkelanjutan. "Ini bukan hanya soal investasi, tetapi menciptakan manfaat luas bagi masyarakat kita," ujarnya, menambahkan bahwa ini adalah saat yang tepat bagi Indonesia untuk memanfaatkan momentumnya.
Di sisi lain, pemerintah terus memperkuat komitmennya dengan berencana merevisi Peraturan Presiden terkait bursa karbon. Revisi ini bertujuan untuk mengakomodasi perdagangan karbon di sektor kehutanan dan konservasi, sejalan dengan rekomendasi Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup.
“Butuh waktu beberapa bulan untuk merevisi Perpres bursa karbon. Saya cukup optimistis soal ini,” kata Hashim. Ia meyakini bahwa revisi ini akan memudahkan perusahaan internasional, terutama yang berasal dari Inggris, untuk lebih aktif berpartisipasi dalam pasar karbon di Indonesia.
Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah sepakat untuk menerapkan standar verifikasi global seperti Verra dan Gold Standard. “Standar-standar ini telah diakui secara luas di negara-negara Asia, dan akan menjamin bahwa perdagangan karbon kita memenuhi kriteria internasional,” tambahnya.
Dengan ketertarikan empat negara besar dan langkah-langkah strategis pemerintah, Indonesia berada di ambang menjadi pusat utama investasi hijau dan perdagangan karbon global. Seiring upaya untuk memperkuat kerjasama internasional dan memanfaatkan potensi alam, Indonesia siap untuk mencapai visi ekonominya yang lebih hijau dan berkelanjutan.
Acara Indonesia Green Energy Investment Dialogue 2025 menjadi saksi komitmen dan optimisme pemerintah dalam menata masa depan energi yang lebih baik dan menjanjikan bagi generasi mendatang. Transformasi ini, dengan segala tantangan dan peluangnya, diharapkan dapat membawa Indonesia ke peta hijau dunia dalam beberapa tahun ke depan.