JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan bergerak fluktuatif namun berpeluang ditutup menguat di rentang Rp16.520—Rp16.560 per dolar AS pada perdagangan Senin, 6 Oktober 2025.
Dinamika ini mencerminkan bagaimana rupiah masih tangguh meski menghadapi tekanan global, baik dari arah kebijakan Federal Reserve (The Fed) maupun kondisi ekonomi domestik.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah menutup perdagangan Jumat (3/10/2025) dengan penguatan 0,21% atau 35 poin, sehingga berada di level Rp16.563 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS melemah tipis 0,08% ke posisi 97,76.
Pergerakan rupiah pada akhir pekan lalu juga sejalan dengan tren positif sejumlah mata uang Asia lainnya. Beberapa di antaranya mencatat penguatan, seperti dolar Hong Kong yang naik 0,02%, dolar Singapura 0,02%, dolar Taiwan 0,12%, peso Filipina 0,4%, yuan China 0,01%, dan baht Thailand 0,21%.
Namun, di sisi lain, ada pula mata uang regional yang justru melemah, yakni yen Jepang 0,07%, won Korea Selatan 0,02%, rupee India 0,06%, dan ringgit Malaysia 0,1%.
Fokus Pasar pada Kebijakan The Fed
Pengamat forex, Ibrahim Assuaibi, menuturkan bahwa sentimen utama yang memengaruhi rupiah saat ini tidak terlepas dari arah kebijakan moneter The Fed. Menurutnya, pasar keuangan global mulai mengabaikan risiko shutdown pemerintah AS, karena pengalaman sebelumnya menunjukkan dampaknya terbatas bagi pasar.
“Pasar lebih menyoroti data ketenagakerjaan swasta pekan ini, mengingat data penggajian non-pertanian pemerintah September berpotensi tertunda akibat shutdown. Selain itu, data ketenagakerjaan swasta yang lemah telah memicu ekspektasi besar terhadap pemangkasan suku bunga oleh The Fed,” jelas Ibrahim.
Pada September lalu, The Fed memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin. Kini, pasar memperkirakan peluang hingga 99,3% bahwa bank sentral AS kembali memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin dalam pertemuan akhir Oktober, mengacu pada CME Fedwatch.
Hal ini memberikan dorongan positif bagi rupiah dan aset berisiko di emerging markets, termasuk Indonesia.
Sentimen Domestik: Inflasi Terkendali
Selain faktor eksternal, rupiah juga mendapat sokongan dari kondisi ekonomi domestik yang stabil. Bank Indonesia (BI) mencatat inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada September 2025 tetap dalam kisaran target 2,5% ±1%.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi bulanan September 2025 sebesar 0,21%, sementara secara tahunan tercatat 2,65%. Angka tersebut menunjukkan stabilitas harga dan daya beli masyarakat relatif terjaga, sehingga menambah keyakinan investor terhadap fundamental rupiah.
Rupiah Perkasa di Awal Perdagangan
Mengawali perdagangan hari ini, Senin 6 Oktober 2025, rupiah kembali menunjukkan sinyal positif. Data Bloomberg pada pukul 09.00 WIB mencatat rupiah dibuka menguat 0,21% ke level Rp16.563 per dolar AS.
Namun, berbeda dengan pergerakan akhir pekan lalu, indeks dolar AS justru dibuka menguat 0,21% ke level 98,04. Hal ini menunjukkan adanya potensi tekanan lanjutan terhadap mata uang di kawasan Asia Pasifik.
Beberapa mata uang di kawasan Asia memang dibuka dengan tren melemah. Yen Jepang terkoreksi cukup dalam 1,55%, dolar Singapura turun 0,19%, dolar Taiwan merosot 0,35%, serta won Korea Selatan turun 0,29%. Hanya dolar Hong Kong yang relatif stagnan di awal perdagangan.
Prospek Pergerakan Rupiah
Dengan mempertimbangkan sentimen global dan domestik, pergerakan rupiah pada perdagangan Senin ini diperkirakan tetap fluktuatif. Namun, proyeksi analis menunjukkan potensi penguatan ke kisaran Rp16.520—Rp16.560 per dolar AS.
Faktor utama yang perlu dicermati investor adalah arah kebijakan The Fed dan pernyataan pejabatnya dalam pekan ini, terutama terkait ekspektasi pemangkasan suku bunga. Jika pasar kembali yakin terhadap pelonggaran moneter, rupiah berpeluang memperpanjang tren penguatannya.
Dari sisi domestik, stabilnya inflasi menjadi katalis positif yang dapat menopang nilai tukar. Dengan harga kebutuhan pokok terjaga, daya beli masyarakat tetap solid, dan hal itu memberi sinyal kuat bagi investor asing untuk tetap menempatkan dananya di aset Indonesia.
Rupiah dalam Lanskap Regional
Apabila dibandingkan dengan mata uang regional, rupiah masih mampu menjaga stabilitasnya di tengah tekanan yang sama-sama dialami oleh negara Asia lainnya. Bahkan, kinerja rupiah dalam beberapa pekan terakhir relatif lebih baik dibanding yen Jepang dan won Korea Selatan yang cenderung tertekan.
Tren ini memperlihatkan bagaimana fundamental ekonomi Indonesia serta ekspektasi kebijakan moneter global mampu menjadi bantalan bagi rupiah.
Meski begitu, investor tetap disarankan berhati-hati karena volatilitas pasar global bisa meningkat sewaktu-waktu, terutama menjelang pengumuman resmi kebijakan The Fed akhir Oktober.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, rupiah masih menunjukkan daya tahan di tengah ketidakpastian global. Stabilitas inflasi dalam negeri, ekspektasi pelonggaran moneter The Fed, serta tren positif di kawasan Asia menjadi kombinasi sentimen yang menopang penguatan rupiah hari ini.
Dengan proyeksi pergerakan di kisaran Rp16.520—Rp16.560 per dolar AS, rupiah berpotensi ditutup menguat bila sentimen global tidak berubah drastis. Meski demikian, fluktuasi tetap perlu diantisipasi oleh pelaku pasar, mengingat dinamika eksternal dapat sewaktu-waktu memberi tekanan baru pada rupiah.