JAKARTA - Pemanfaatan energi surya kian mendapat tempat dalam sistem ketenagalistrikan nasional. Pemerintah Indonesia terus mendorong penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap on grid, baik untuk pelanggan rumah tangga maupun sektor industri. Langkah ini menjadi salah satu upaya konkret dalam mempercepat transisi energi menuju bauran energi bersih yang lebih besar.
Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Ditjen EBTKE Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Andriyah Feby Misna, menyampaikan bahwa minat masyarakat terhadap pemasangan PLTS Atap cukup menggembirakan. Menurutnya, kapasitas terpasang hingga semester I 2025 telah mencapai kurang lebih 495 megawatt peak, dengan total 10.700 pelanggan PLN yang sudah memanfaatkannya.
“Untuk pemasangan PLTS Atap ini, kapasitas terpasang hingga Juni 2025 kemarin kurang lebih 495 megawatt peak dari 10.700 pelanggan PLN,” ungkap Feby dalam sebuah Media Briefing Indonesia Solar Summit 2025.
Potensi Besar, Realisasi Masih Terbatas
Meski perkembangan pemanfaatan PLTS Atap berjalan positif, Feby tidak menampik adanya tantangan di lapangan. Menurutnya, pipeline pengajuan dari pelanggan masih cukup banyak yang belum terealisasi. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan dan keinginan masyarakat untuk beralih ke energi surya sebenarnya sangat tinggi, namun terdapat hambatan teknis maupun regulasi yang perlu diatasi.
“Mudah-mudahan harapan kami di tahun ini untuk PLTS Atap bisa mencapai 1 gigawatt di luar dari PLTS-PLTS lainnya,” ujarnya optimistis.
Lebih lanjut, Feby menegaskan bahwa potensi energi surya di Indonesia sangat besar. Dengan sinar matahari yang melimpah sepanjang tahun, potensi energi surya di tanah air diperkirakan mencapai 3,3 terawatt (TW). Sayangnya, pemanfaatan nyata hingga kini masih relatif kecil, yakni baru sekitar 916 megawatt (MW).
Target Ambisius dalam RUPTL
Pemerintah telah menegaskan komitmennya dengan menetapkan target besar untuk energi surya. Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2025–2034, target pemanfaatan energi surya dipatok sebesar 17,1 gigawatt (GW). Angka ini bukan hanya untuk PLTS Atap, tetapi juga mencakup pembangunan PLTS skala besar dengan berbagai model, seperti ground mounted dan floating.
Target ini juga menjadi bagian dari strategi pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil, terutama di daerah terpencil. PLTS diharapkan mampu menjadi solusi bagi kebutuhan listrik yang berkelanjutan, ramah lingkungan, sekaligus lebih hemat biaya operasional dibandingkan penggunaan diesel.
Program Dedieselisasi di Daerah Terpencil
Salah satu program penting yang ikut didorong adalah dedieselisasi, yakni upaya menggantikan pembangkit listrik berbahan bakar diesel dengan PLTS. Program ini difokuskan pada daerah pedesaan dan wilayah terpencil yang selama ini masih mengandalkan mesin diesel sebagai sumber listrik utama.
“Kemudian selain itu juga program dedieselisasi, jadi kita mendorong agar diesel-diesel yang jumlahnya cukup banyak di daerah pedesaan dan remote area bisa digantikan dengan PLTS,” jelas Feby.
Dengan implementasi dedieselisasi, tidak hanya emisi karbon yang dapat ditekan, tetapi juga beban biaya bahan bakar yang selama ini menjadi tantangan besar bagi masyarakat di daerah terpencil dapat dikurangi.
Dampak Ekonomi dan Lingkungan
Pemanfaatan PLTS Atap tidak hanya berdampak pada penyediaan listrik yang lebih bersih, tetapi juga memberikan keuntungan finansial bagi pengguna. Sebagai contoh, penggunaan PLTS telah terbukti mampu menekan biaya listrik di berbagai sektor, termasuk industri besar.
Studi kasus menunjukkan bahwa penerapan PLTS mampu memangkas biaya listrik hingga miliaran rupiah per tahun bagi pelaku usaha. Hal ini menjadi bukti nyata bahwa investasi di bidang energi surya memberikan keuntungan ganda: efisiensi biaya sekaligus kontribusi pada kelestarian lingkungan.
Selain itu, percepatan transisi energi melalui PLTS juga mendukung pencapaian target pengurangan emisi gas rumah kaca. Dengan sumber energi surya yang terbarukan, Indonesia dapat memperkuat komitmennya dalam agenda global untuk menekan dampak perubahan iklim.
Harapan dan Tantangan ke Depan
Walaupun progres PLTS Atap menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan, pekerjaan rumah yang menanti masih cukup banyak. Salah satunya adalah memastikan regulasi dan kebijakan mendukung pertumbuhan sektor energi surya secara konsisten.
Hambatan berupa keterbatasan infrastruktur, kepastian skema insentif, serta kecepatan realisasi pemasangan menjadi faktor penting yang harus segera diselesaikan. Dengan begitu, masyarakat maupun industri dapat semakin terdorong untuk memasang PLTS tanpa menghadapi kendala administratif yang berarti.
Namun demikian, antusiasme pelanggan yang tinggi memberikan sinyal positif. Jika pemerintah mampu mengatasi hambatan yang ada, target 1 gigawatt untuk PLTS Atap pada tahun ini sangat mungkin tercapai.
Energi surya tengah memasuki babak baru dalam pembangunan sektor ketenagalistrikan Indonesia. Dukungan pemerintah melalui target ambisius dan program dedieselisasi menjadi fondasi penting untuk memperluas pemanfaatan PLTS, baik skala besar maupun atap.
Dengan potensi energi surya yang melimpah, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi salah satu negara dengan pemanfaatan energi surya terbesar di kawasan. Tingginya minat pelanggan, ditambah dengan dukungan regulasi dan kebijakan yang tepat, dapat mempercepat tercapainya bauran energi bersih nasional.