JAKARTA - Di tengah berbagai pertimbangan teknis dan desain modern yang ditawarkan kendaraan listrik, masyarakat Indonesia ternyata lebih terdorong oleh kepedulian terhadap lingkungan saat memutuskan untuk beralih dari kendaraan konvensional.
Hasil survei terbaru dari Populix menunjukkan bahwa mayoritas konsumen di Tanah Air memilih kendaraan listrik (EV) karena ingin berkontribusi terhadap lingkungan yang lebih bersih dan sehat.
Laporan bertajuk “Electric Vehicles in Indonesia: Consumer Insights and Market Dynamics” itu mengungkap bahwa 67% responden menyatakan alasan utama mereka membeli EV adalah karena bebas polusi udara. Fakta ini mengindikasikan bahwa kesadaran masyarakat akan pentingnya kualitas udara yang lebih baik terus meningkat.
Tak hanya bebas emisi, kendaraan listrik juga digemari karena suara mesinnya yang nyaris tak terdengar. Sebanyak 60% responden mengaku lebih menyukai kenyamanan yang ditawarkan oleh suara mesin EV yang hening. Di samping itu, 54% responden menyebut bahwa dampak lingkungan yang lebih baik menjadi pertimbangan penting lainnya.
“Motivasi paling mendasar masyarakat untuk membeli EV adalah faktor lingkungan. Ini menunjukkan semakin banyak masyarakat yang sadar akan pentingnya menjaga bumi,” ujar Associate Head of Research for Automotive Populix, Susan Adi Putra, sebagaimana dikutip dari Antara.
Kendati kepedulian lingkungan menjadi pemicu utama, ada beragam alasan lain yang turut membentuk keputusan masyarakat untuk memilih kendaraan listrik. Di antaranya adalah kemudahan dalam perawatan. Menurut hasil studi tersebut, sebanyak 45% responden menilai bahwa EV lebih mudah dirawat dibandingkan kendaraan berbahan bakar bensin (ICE).
Selain itu, efisiensi biaya juga menjadi perhatian utama konsumen. Sebanyak 45% responden menyebut biaya perawatan EV yang lebih rendah sebagai alasan pembelian, sementara 41% menyebut efisiensi biaya operasional sebagai faktor penting.
Dari sisi regulasi dan dukungan pemerintah, kendaraan listrik juga mendapatkan dorongan signifikan. Pemerintah Indonesia diketahui telah memberikan berbagai insentif dan subsidi untuk mendorong adopsi EV di dalam negeri.
Sebanyak 34% responden menyatakan bahwa keberadaan subsidi pemerintah menjadi faktor pendorong kuat dalam keputusan mereka untuk membeli kendaraan listrik. Tak hanya itu, 32% responden menilai regulasi pemerintah yang mendukung kepemilikan EV sebagai alasan yang meyakinkan.
Langkah-langkah pemerintah dalam mempercepat ekosistem kendaraan listrik memang mulai terlihat konkret. Mulai dari insentif pajak, kemudahan administrasi, hingga dukungan dalam pembangunan infrastruktur pengisian daya. Meski begitu, aspek teknis dari kendaraan listrik rupanya tidak menjadi prioritas utama bagi konsumen.
Hanya 28% responden yang mempertimbangkan fitur-fitur seperti pengisian baterai cepat, desain unik, dan kelengkapan fitur keselamatan sebagai alasan memilih EV. Ini menunjukkan bahwa bagi konsumen Indonesia, aspek emosional dan keberlanjutan memiliki peran lebih besar dibandingkan sekadar fitur teknologi.
Lebih menarik lagi, aspek yang sering diasumsikan penting dalam penggunaan EV seperti jangkauan perjalanan per satu kali pengisian daya ternyata tidak menjadi pertimbangan utama. Dalam temuan Populix, hanya 19% responden yang menyebutkan jarak tempuh baterai sebagai alasan membeli EV.
Sementara itu, keunggulan kendaraan listrik dalam terbebas dari sistem ganjil-genap—yang berlaku di sejumlah ruas jalan Ibu Kota—hanya menarik minat 8% responden. Temuan ini mempertegas bahwa manfaat praktis bukan satu-satunya pendorong dalam adopsi kendaraan ramah lingkungan.
Tren ini memberi sinyal positif bagi arah transisi energi dan transportasi hijau di Indonesia. Kesadaran akan krisis iklim dan pentingnya pengurangan emisi gas rumah kaca menjadi semakin nyata di tengah masyarakat.
Berbagai pihak mulai dari produsen otomotif, pemangku kebijakan, hingga penyedia infrastruktur, kini dituntut untuk merespons preferensi publik ini dengan menyediakan lebih banyak solusi ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Langkah-langkah strategis perlu terus dikembangkan untuk memperkuat ekosistem kendaraan listrik, termasuk penyediaan stasiun pengisian daya umum (SPKLU), ketersediaan suku cadang, hingga peningkatan keterjangkauan harga EV.
Sementara dari sisi konsumen, meningkatnya kesadaran akan isu lingkungan dan perubahan iklim menjadi bukti bahwa edukasi publik dan kampanye keberlanjutan mulai menuai hasil.
Populix sendiri dalam risetnya menyoroti bahwa keputusan masyarakat dalam memilih kendaraan tidak lagi sepenuhnya berdasarkan aspek konvensional seperti performa atau harga jual, melainkan sudah masuk pada tahap pertimbangan nilai, dampak sosial, dan tanggung jawab terhadap lingkungan.
Dengan tingginya minat terhadap kendaraan yang ramah lingkungan ini, industri otomotif pun berada dalam posisi strategis untuk terus berinovasi dan menyelaraskan produknya dengan nilai-nilai yang semakin dipegang oleh konsumen modern.
Jika tren ini terus berlanjut dan didukung oleh kebijakan yang konsisten, maka Indonesia berpeluang besar menjadi pasar kendaraan listrik yang signifikan di kawasan Asia Tenggara.
Selain menjadi solusi transportasi masa depan, kendaraan listrik juga menjadi simbol perubahan pola pikir masyarakat menuju gaya hidup yang lebih bertanggung jawab terhadap planet ini.