Kementerian ESDM Tetapkan Target Baru Lifting Migas 2026

Selasa, 01 Juli 2025 | 08:19:04 WIB
Kementerian ESDM Tetapkan Target Baru Lifting Migas 2026

JAKARTA — Pemerintah kembali menegaskan komitmennya untuk menjaga keberlanjutan energi nasional melalui peningkatan produksi minyak dan gas bumi. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan target lifting minyak bumi pada kisaran 600.000 hingga 610.000 barel per hari (bph).

Sementara itu, untuk sektor gas bumi, target lifting berada di rentang 5.338 hingga 5.695 Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD), atau setara dengan 953.000 hingga 1.017.000 barel oil per day equivalent (boepd). Angka ini mencerminkan upaya berkelanjutan pemerintah dalam mempertahankan produksi migas di tengah tantangan global dan dinamika pasar energi.

Penetapan target tersebut disampaikan oleh Pelaksana tugas (Plt.) Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM, Tri Winarno, dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR RI. Rapat tersebut juga melibatkan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) dan PT Pertamina, yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

"Adapun untuk target tahun 2026 adalah, mungkin nanti bareng-bareng kita lakukan pembahasan terkait dengan hal ini, antara 600.000 sampai dengan 610.000 barrel oil per day untuk lifting minyak bumi," ujar Tri Winarno dalam pertemuan tersebut.

Lebih lanjut, Tri menambahkan bahwa pemerintah telah merinci pula proyeksi lifting gas bumi yang berada di antara 5.338 - 5.695 MMSCFD, atau setara dengan 953.000 hingga 1.017.000 boepd. Target tersebut dinilai realistis namun tetap menantang, mengingat sejumlah kendala teknis dan operasional yang masih menjadi pekerjaan rumah di sektor migas.

"Dan antara 5.338 - 5.695 MMSCDF atau setara 953.000 - 1.017.000 barel oil per day equivalent (boepd)," tambahnya.

Strategi Optimalisasi Produksi

Untuk mencapai sasaran tersebut, Tri Winarno menyebut bahwa pemerintah akan mengadopsi sejumlah langkah strategis. Salah satu pendekatan yang akan ditempuh adalah optimalisasi lapangan produksi yang saat ini masih aktif.

Langkah lain yang juga disiapkan adalah reaktivasi sumur dan lapangan idle, yakni fasilitas migas yang sempat berhenti beroperasi namun masih menyimpan potensi produksi. Reaktivasi ini akan dilakukan baik oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) secara mandiri maupun melalui skema kerja sama dengan mitra sesuai aturan yang berlaku.

"Maupun yang bekerja sama dengan mitra yang sudah diatur dalam Peraturan Menteri ESDM atau Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2025 serta eksplorasi migas," jelas Tri.

Melalui Peraturan Menteri tersebut, pemerintah membuka ruang kolaborasi yang lebih luas antara KKKS dan mitra strategis dalam rangka mendorong produksi migas nasional. Eksplorasi lapangan baru juga disebut sebagai bagian dari strategi untuk menemukan cadangan migas baru yang bisa menunjang target lifting jangka menengah dan panjang.

Perbandingan dengan APBN 2025

Jika dibandingkan dengan target yang tertuang dalam APBN 2025, sasaran lifting migas di RAPBN 2026 menunjukkan konsistensi pemerintah dalam mempertahankan kapasitas produksi. Pada tahun anggaran 2025, pemerintah menetapkan total lifting migas sebesar 1,61 juta barel setara minyak per hari.

Dari total tersebut, lifting minyak bumi ditargetkan 605.000 bph, sedangkan lifting gas bumi sebesar 1,005 juta boepd. Angka-angka tersebut mendekati rentang yang ditetapkan untuk tahun 2026, yang menunjukkan bahwa pemerintah mengedepankan pendekatan berkesinambungan dalam pengelolaan sumber daya energi nasional.

Proyeksi Harga Minyak Mentah

Sebagai bagian dari landasan perhitungan RAPBN, pemerintah juga menyampaikan proyeksi harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) untuk tahun 2026. Dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) yang diserahkan oleh Kementerian Keuangan ke DPR, harga minyak mentah diperkirakan berada dalam kisaran USD 60 hingga USD 80 per barel.

Proyeksi harga tersebut menjadi salah satu pertimbangan utama dalam penetapan target lifting dan perencanaan penerimaan negara dari sektor migas. Fluktuasi harga minyak dunia menjadi faktor risiko yang senantiasa dipantau oleh pemerintah untuk menjaga stabilitas fiskal.

KEM-PPKF juga menyebutkan kembali angka proyeksi lifting migas, yakni lifting minyak 600.000 hingga 605.000 bph, dan lifting gas bumi antara 953.000 hingga 1.017.000 boepd, yang senada dengan paparan Tri Winarno di hadapan Komisi VII DPR.

Dorongan Investasi dan Efisiensi

Upaya meningkatkan lifting migas nasional tidak bisa dilepaskan dari kebutuhan akan investasi sektor hulu migas. Pemerintah terus mendorong terciptanya iklim investasi yang kondusif melalui penyederhanaan regulasi, pemberian insentif fiskal, serta peningkatan kepastian hukum dalam industri migas.

Selain itu, efisiensi operasional di lapangan migas juga menjadi fokus. KKKS dituntut untuk dapat menekan biaya produksi tanpa mengorbankan keselamatan kerja dan perlindungan lingkungan. Efisiensi tersebut menjadi penting untuk menjaga keekonomian proyek-proyek migas di tengah tantangan harga dan kondisi lapangan yang kian menua.

Dengan serangkaian strategi dan dukungan kebijakan yang tepat, Kementerian ESDM menargetkan agar sektor migas nasional tetap menjadi tulang punggung penerimaan negara sekaligus penopang kebutuhan energi dalam negeri. Tantangan global yang terus berkembang menuntut respons yang cepat dan adaptif agar ketahanan energi Indonesia tetap terjaga.

Terkini