JAKARTA – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Haji Asan Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah, melaporkan telah terjadi pergeseran awal musim kemarau tahun ini. Pergeseran tersebut dipengaruhi oleh fenomena alam yang tidak biasa, yakni munculnya bibit siklon tropis di wilayah utara Pulau Kalimantan.
Kepala BMKG Kotim, Mulyono Leo Nardo, mengungkapkan bahwa berdasarkan data pengamatan pihaknya, curah hujan di wilayah Kotim masih tergolong tinggi meski sebelumnya diperkirakan akan mulai menurun pada akhir Mei 2025.
“Pada dasarian III Mei kemarin, curah hujan masih di atas 50 milimeter, sehingga kemungkinan untuk awal musim kemarau bergeser sedikit,” ujar Mulyono.
Prediksi Awal Musim Kemarau Mundur
Sebelumnya, BMKG memprakirakan bahwa wilayah selatan Kotim akan mulai memasuki musim kemarau pada dasarian II Juni 2025. Namun realitas di lapangan menunjukkan adanya dinamika cuaca yang memperlambat proses transisi tersebut. Curah hujan yang seharusnya mulai berkurang, justru masih cukup tinggi hingga dasarian terakhir bulan Mei.
"Curah hujan di wilayah Kotim rata-rata masih di atas 50 milimeter, dan ini termasuk dalam kategori hujan lebat," jelas Mulyono.
Ia menambahkan bahwa tingginya curah hujan tersebut bukan hanya terjadi pada akhir Mei, tetapi juga masih terlihat dalam beberapa hari terakhir. Berdasarkan hasil analisis BMKG, kondisi ini erat kaitannya dengan keberadaan bibit siklon tropis di wilayah utara Kalimantan.
Bibit Siklon Pengaruhi Cuaca Kalimantan
Fenomena bibit siklon diketahui merupakan fase awal terbentuknya badai tropis besar yang dapat menimbulkan dampak serius, seperti angin kencang, hujan deras, dan gelombang tinggi di laut. Bibit siklon biasanya muncul di perairan hangat, termasuk wilayah sekitar Indonesia.
“Ada yang namanya bibit siklon di wilayah utara Kalimantan, sehingga kondisi tersebut mempengaruhi cuaca di wilayah Kalimantan, termasuk Kalimantan Tengah. Keberadaan bibit siklon ini akan membentuk pertumbuhan awan hujan yang cukup signifikan,” terang Mulyono.
Meski fenomena bibit siklon ini bersifat sementara, namun efeknya cukup nyata dalam menunda transisi musim dari hujan ke kemarau. Hal ini pun membuat BMKG lebih berhati-hati dalam memberikan proyeksi musim kepada masyarakat dan pemangku kepentingan terkait.
Antisipasi Potensi Karhutla
Kondisi yang tidak menentu ini menjadi perhatian serius, terutama dalam konteks potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang biasanya meningkat saat musim kemarau. Pada rapat penyusunan dokumen kontinjensi bencana karhutla yang digelar di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kotim, BMKG menyampaikan imbauan kepada seluruh pihak untuk tetap mewaspadai masuknya musim kemarau pada pertengahan Juni.
“Kami tetap mewaspadai pada dasarian II Juni sudah masuk musim kemarau untuk wilayah selatan termasuk Kota Sampit, kemudian untuk wilayah tengah secara bertahap pada dasarian III Juni, seperti Kecamatan Parenggean dan sekitarnya,” jelas Mulyono.
Ia menegaskan bahwa kesiapsiagaan sejak dini sangat diperlukan agar potensi bencana karhutla dapat ditekan. Dengan persiapan dan koordinasi yang matang, diharapkan dampak musim kemarau yang berisiko bisa diminimalisir.
Pancaroba Masih Berlangsung
Menurut BMKG, saat ini wilayah Kotim sedang berada dalam masa pancaroba atau peralihan musim. Fase ini dikenal dengan cuaca yang fluktuatif dan tidak menentu. Seringkali terjadi hujan lebat disertai angin kencang dalam waktu singkat, yang kemudian bisa berubah menjadi cuaca panas ekstrem dalam sehari.
"Wilayah Kotim masih dalam fase pancaroba, tepatnya masa peralihan musim dari musim hujan ke musim kemarau. Jika mengacu pada prakiraan, untuk 2025 awal musim kemarau terjadi pada pertengahan Juni, lalu puncaknya pada Agustus," ujar Mulyono.
Masa pancaroba sering kali juga membawa potensi bahaya lainnya, seperti meningkatnya penyakit menular, kerusakan infrastruktur akibat hujan mendadak, serta meningkatnya potensi longsor di wilayah perbukitan atau daerah aliran sungai.
BMKG Imbau Masyarakat Tetap Waspada
Menghadapi kondisi cuaca yang dinamis ini, BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dan memperhatikan informasi terkini dari otoritas resmi. BMKG juga mengingatkan bahwa prediksi cuaca dapat berubah sewaktu-waktu tergantung perkembangan fenomena atmosfer global maupun regional.
“Kami minta masyarakat tidak lengah. Meski kemarau tertunda, potensi karhutla tetap tinggi begitu curah hujan mulai menurun drastis. Pemantauan dan kesiapan semua pihak sangat penting,” tegas Mulyono.
Lebih lanjut, ia menyarankan agar masyarakat tidak melakukan pembakaran terbuka, terutama di lahan gambut yang rawan terbakar selama musim kemarau. Selain itu, BPBD bersama instansi terkait juga diharapkan mulai menyiapkan skenario mitigasi untuk mencegah bencana lebih besar.
Informasi Cuaca Harian Dapat Diakses Publik
BMKG Kotim menginformasikan bahwa masyarakat bisa mengakses informasi cuaca harian melalui kanal resmi BMKG baik dalam bentuk aplikasi, situs web, maupun media sosial. Informasi ini sangat penting khususnya bagi petani, nelayan, dan pelaku usaha yang sangat bergantung pada kondisi cuaca.
“Kami terus memperbaharui data prakiraan cuaca secara harian dan mingguan. Kami juga terbuka untuk konsultasi teknis dengan instansi atau pihak swasta yang membutuhkan informasi cuaca spesifik,” pungkas Mulyono.
Dengan adanya fenomena bibit siklon di utara Kalimantan yang menyebabkan pergeseran awal musim kemarau, masyarakat dan pemerintah daerah diimbau untuk meningkatkan kewaspadaan dan mempersiapkan langkah antisipatif. Meski musim kemarau diprediksi baru akan benar-benar terasa mulai dasarian II hingga III Juni 2025, dampaknya bisa cukup signifikan, khususnya dalam konteks karhutla.
BMKG menegaskan komitmennya untuk terus memantau kondisi cuaca secara intensif dan memberikan informasi yang akurat dan terkini guna mendukung keselamatan dan kesejahteraan masyarakat Kotim dan sekitarnya.